Sabtu, 18 Mei 2013
Sistem Kesehatan
08.48
No comments
Sistem kesehatan adalah kumpulan
berbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu
negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat yang
dibutuhkan. (WHO : Azwar, 1996).
a. Pendekatan sistem
Pendekatan
sistem adalah memanfaatkan model sistem untuk meninjau berbagai permasalahan
yang dihadapi dalam bidang kesehatan .
b. Tujuan pendekatan sistem
Melihat/memecahkan
masalah pada bidang kesehatan, dimana masalah tersebut terdiri dari berbagai
elemen-elemen/bagian-bagian, dimana antara satu bagian dengan bagian lainnya
saling terkait dan secara keseluruhan bertujuan meningkatkan pelayanan
kesehatan.
c. Sistem kesehatan
• Subsistem Upaya Kesehatan
• Subsistem Pembiayaan Kesehatan
• Subsistem Sumberdaya Kesehatan
• Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
• Subsistem Manajemen Kesehatan
d. Subsistem upaya kesehatan :
• Upaya Kesehatan Masyarakat
• Upaya Kesehatan Perorangan
e. Subsistem pemberdayaan masyarakat
• Pemberdayaan perorangan
• Pemberdayaan kelompok
• Pemberdayaan masyarakat
f. Sistem pelayanan kesehatan
• Sistem Pelayanan Medik : Rumah Sakit
• Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(medik) : Puskesmas
Promosi Kesehatan
08.43
No comments
A .Promosi Kesehatan
Promosi
Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya bahwa
masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan
kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula
berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur
terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Banyak masalah kesehatan yang ada
di negeri kita Indonesia, termasuk timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
erat kaitannya dengan perilaku masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh KLB Diare
dimana penyebab utamanya adalah rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat
seperti kesadaran akan buang air besar yang belum benar (tidak di jamban), cuci
tangan pakai sabun masih sangat terbatas, minum air yang tidak sehat, dan
lain-lain.
Promosi kesehatan bukan hanya proses
penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi
perubahan perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam
masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik,
sosial budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan
tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan
non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
B . Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pola Perilaku
Umumnya ada
empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah perilakunya, yaitu
a. Fasilitasi,
yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya
menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat;
b. Pengertian
yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks
pengetahuan lokal,
c. Persetujuan,
yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama) setempat
menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan
d. Kesanggupan
untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun
jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di
miliki.
Pendekatan
program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam artian:
a. Bersama
dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam kehidupan
masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan inginkan,
b. Bersama
dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk
perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat
di lakukan dengan aman dan nyaman serta
c. Bersama
dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan memantau
dampaknya secara terus-menerus, berkesinambungan.
C. Strategi Promosi Kesehatan
Pembangunan
sarana air bersih, sarana sanitasi dan program promosi kesehatan dapat
dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan apabila :
• Program
tersebut direncanakan sendiri oleh masyarakat berdasarkan atas identifikasi dan
analisis situasi yang dihadapi oleh masyarakat, dilaksanakan, dikelola dan
dimonitor sendiri oleh masyarakat.
• Ada pembinaan
teknis terhadap pelaksanaan program tersebut oleh tim teknis pada tingkat
Kecamatan.
• Ada dukungan
dan kemudahan pelaksanaan oleh tim lintas sektoral dan tim lintas program di
tingkat Kabupaten dan Propinsi.
Strategi untuk
meningkatkan program promosi kesehatan, perlu dilakukan dengan langkah kegiatan
sebagai berikut :
1. Advokasi di
Tingkat Propinsi dan Kabupaten
Pada tingkat
Propinsi dan tingkat Kabupaten dalam pelaksanaan Proyek PAMSIMAS telah dibentuk
Tim Teknis Propinsi dan Tim Teknis Kabupten. Anggota Tim Teknis Propinsi dan
Tim Teknis Kabupaten, adalah para petugas fungsional atau structural yang
menguasai teknis operasional pada bidang tugasnya dan tidak mempunyai kendala
untuk melakukan tugas lapangan. Advokasi dilakukan agar lintas sektor, lintas
program atau LSM mengetahui tentang Proyek PAMSIMAS termasuk Program
Promosi
Kesehatan dengan harapan mereka mau untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mendukung
rencana kegiatan promosi kesehatan. Dukungan yang dimaksud bisa berupa dana,
kebijakan
politis, maupun dukungan kemitraan;
b. Sepakat
untuk bersama-sama melaksanakan program promosi kesehatan; serta
c. Mengetahui
peran dan fungsi masing-masing sektor/unsur terkait.
2. Menjalin
Kemitraan di Tingkat Kecamatan.
Melalui wadah
organisasi tersebut Tim Fasilitator harus lebih aktif menjalin kemitraan dengan
TKC untuk :
• mendukung
program kesehatan.
• melakukan
pembinaan teknis.
•
mengintegrasikan program promosi kesehatan dengan program lain yang
dilaksanakan oleh Sektor dan Program lain, terutama program usaha kesehatan
sekolah, dan program lain di PUSKESMAS.
3. Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan dan Masyarakat
Untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat mengelola program promosi kesehatan, mulai
dari perencanaan, implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi harus
dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, dengan menggunakan metoda MPA-PHAST.
Untuk meningkatkan keterpaduan dan kesinambungan program promosi kesehatan
dengan pembangunan sarana air bersih dan sanitasi, di tingkat desa harus
dibentuk lembaga pengelola, dan pembinaan teknis oleh lintas program dan lintas
sector terkait.
Pesan perubahan
perilaku yang terlalu banyak sering membuat bingung masyarakat, oleh karena itu
perlu masyarakat memilih dua atau tiga perubahan perilaku terlebih dahulu.
Perubahan perilaku beresiko diprioritaskan dalam program higiene sanitasi pada
Proyek PAMSIMAS di sekolah dan di masyarakat :
• Pembuangan
tinja yang aman.
• Cuci tangan
pakai sabun
• Pengamanan
air minum dan makanan.
• Pengelolaan
sampah
• Pengelolaan
limbah cair rumah tangga
Setelah
masyarakat timbul kesadaran, kemauan / minat untuk merubah perilaku buang
kotoran ditempat terbuka menjadi perilaku buang kotoran di tempat terpusat
(jamban), masyarakat dapat mulaimembangun sarana sanitasi (jamban keluarga)
yang harus dibangun oleh masing-masing anggotarumah tangga dengan dana swadaya.
Masyarakat harus menentukan kapan dapat mencapai agarsemua rumah tangga
mempunyai jamban.Pembangunan sarana jamban sekolah, tempat cuci tangan dan
sarana air bersih di sekolah, menggunakan dana hibah desa atau sumber dana
lain. Fasilitator harus mampu memberikan informasipilihan agar masyarakat dapat
memilih jenis sarana sanitasi sesuai dengan kemampuan dan kondisilingkungannya
(melalui pendekatan partisipatori).
4. Peran Berbagai Pihak dalam Promosi Kesehatan
Peran Tingkat
Pusat
Ada 2 unit
utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu
1. Pusat
Promosi Kesehatan dan
2. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Pengelolaan
promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di tingkat Pusat perlu
mengembangkan tugas dan juga tanggung jawab antara lain:
a.
Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang terkait
dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional
b. Mengkaji
metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk pengembangan
model promosi kesehatan di daerah
c.
Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan di
tingkat pusat
d. Menggalang
kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait
e. Melaksanakan
kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
f. Bimbingan
teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi
Peran Tingkat
Propinsi
Sebagai unit
yang berada dibawah secara sub-ordinasi Pusat, maka peran tingkat Provinsi,
khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi antara
lain sebagai berikut:
a. Menjabarkan
kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan promosi kesehatan local
(provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan promosi kesehatan dalam wilayah
kerja Pamsimas
b. Meningkatkan
kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama
dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
c. Membangun
suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat pada level provinsi
d. Menggalang
dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan
penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor
terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
Peran Tingkat
Kabupaten
Promosi
Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
e. Meningkatkan
kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam penyelenggaraan promosi
kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu
ber-PHBS.
f. Meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
g. Membangun
suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat.
h. Menggalang
dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan
penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor
terkait dalam pencapaian PHBS.
Masalah Gizi
08.13
No comments
Masalah gizi adalah hal yang sangat penting dan mendasar
dari kehidupan manusia kekurangan selain dapat menimbulkan masalah kesehatan
(morbiditas, mortalitas dan disabilitas), juga menurunkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam segala yang lebih luas,
kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup
suatu bangsa. (Menteri Kesehatan RI)
Prevalensi atas gizi
kurang balita masih sebesar 17,9 persen dan angka stunting(pendek) masih 35,6 persen.
Angka tersebut menunjukkan bahwa masih besarnya kasus yang menyangkut status
gizi balita. Sama seperti data atas presentase balita menurut status gizi (BB/U)
dibaca (Berat Badan menurut Umur) di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2007.
Kasus-kasus yang beredar
di masyarakat Indonesia terkait gizi kurang sampai gizi buruk, bukan karena
satu faktor. Akan tetapi, disebabkan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
saling terkait seperti halnya masalah sosial dan ekonomi. Untuk menyelesaikan
dan mereduksi permasalahan tersebut diperlukan partisipasi masyarakat berupa
kegiatan yang dapat menciptakan keadaan yang sehat di tatanan masyarakat.
Oleh karena itu.
diperlukan sebuah wadah berupa sebuah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM)
dan untuk mengatasi permasalahan gizi balita di masyarakat yaitu pos pelayanan
terpadu balita (POSYANDU).
Posyandu merupakan salah
satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
yang diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi. (Kemenkes RI, 2011)
Sasaran utama dalam
kegiatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
adalah balita, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui dan pasangan
usia subur (PUS). Fungsi dari kegiatan tersebut adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan dasar dan wadah pemberdayaan masyarakat untuk
transfer informasi serta pengembangan ketrampilan petugas saat memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Bentuk kegiatan pos
pelayanan terpadu balita (POSYANDU) dikenal dengan istilah“Panca Krida
Posyandu” yang
terdiri dari lima kegiatan antara lain yaitu kesehatan ibu dan anak (KIA),
keluarga berencana (KB), imunisasi, peningkatan gizi dan penanggulangan
diare. Kegiatan POSYANDU yang berhubungan dengan gizi balita
adalah dengan memberikan gizi kepada masyarakat, memberikan makanan tambahan
yang mengandung protein dan kalori cukup kepada anak-anak di bawah umur lima
tahun dan kepada ibu yang menyusui serta memberikan kapsul vitamin A (KVA)
kepada anak berumur di bawah lima tahun.
Dalam kegiatannya, pos
pelayanan terpadu balita (POSYANDU) dibantu oleh kader. Kader
didefinisikan sebagai warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh
masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. (Zulkifli, 2003)
Tugas dari kader pos
pelayanan terpadu balita (POSYANDU) adalah mempersiapkan
posyandu diantaranya menyiapkan alat dan bahan, mengundang dan menggerakkan
masyarakat untuk datang ke POSYANDU,
melaksanakan pelayanan lima meja, memindahkan catatan dalam kartu menuju sehat
(KMS)
ke dalam buku register, mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan
dari POSYANDU yang akan datang, melaksanakan
penyuluhan kelompok serta melakukan kunjungan rumah bagi sasaran yang mengalami
masalah. Oleh karena itu, kerjasama aktif masyarakat dalam mengatasi
permasalahan gizi yang ada khususnya gizi buruk.
Gizi
07.46
No comments
Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang
dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan,
pemeliharaan kesehatan.
Penelitian di bidang
nutrisi mempelajari hubungan antara makan dan minuman terhadap kesehatan dan penyakit,
khususnya dalam menentukan diet
yang optimal. Pada masa lalu, penelitian mengenai nutrisi hanya terbatas pada
pencegahan penyakit kurang gizi dan menentukan standard kebutuhan dasar nutrisi
pada makhluk hidup. Angka kebutuhan nutrisi (zat gizi) dasar ini dikenal di
dunia internasional dengan istilah Recommended Daily Allowance (RDA).
Seiring dengan
perkembangan ilmiah di bidang medis dan biologi molekular, bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa RDA belum mencukupi untuk menjaga fungsi optimal tubuh dan
mencegah atau membantu penanganan penyakit kronis. Bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa akar dari banyak penyakit kronis stress oksidatif yang
disebabkan oleh berlebihnya radikal
bebas di dalam tubuh. Penggunaan nutrisi dalam level yang optimal, dikenal
dengan Optimal Daily Allowance (ODA), terbukti dapat mencegah dan menangani stress
oksidatif sehingga membantu pencegahan penyakit kronis. Level optimal ini dapat
dicapai bila jumlah dan komposisi nutrisi yang digunakan tepat. Dalam
penanganan penyakit, penggunaan nutrisi sebagai pengobatan komplementer dapat
membantu efektifitas dari pengobatan dan pada saat yang bersamaan mengatasi
efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi / gizi sangat erat kaitannya dengan
kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup. Hasil ukur bisa
dilakukan dengan metode antropometri.
Sedangkan ilmu gizi
adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman terhadap
kesehatan tubuh manusia agar tidak mengalami penyakit gangguan gizi, dimana
gangguan gizi sendiri adalah sebuah penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya
zat-zat vitamin tertentu sehingga mengakibatkan tubuh kita mengalami gangguan
gizi.
Penyakit gangguan gizi
yang pertama kali ditemukan adalah scorbut pada tahun 1497 atau lebih populer
kita kenal dengan penyakit sariawan. Pada waktu itu Vasco da Gama dalam pelayarannya menuju Indonesia
telah kehilangan lebih dari separuh anak buahnya yang meninggal akibat penyakit
ini. Baru pada permulaan abad XX para ahli kedokteran dapat memastikan bahawa
penyakit ini diakibatkan karena kekurangan vitamin C.
Biostatistika adalah ...
07.29
No comments
Statistik
Sekumpulan konsep dan metode yang digunakan untuk mengumpulkan
dan menginterpretasi data tentang bidang kegiatan tertentu dan mengambil
kesimpulandalam situasi dimana ada ketidakpastian dan variasi.
Biostatistik
Merupakan
penerapan ilmu statistika ke dalam ilmu biologi.
Ilmu biostatistika meliputi rancangan percobaan biologi, utamanya dalam
bidang agrikultur
dan kedokteran, pengoleksian data, peringkasan data, dan analisis data
percobaan.
Menurut Para Ahli
· Marguerrite F. Hall
Biostatistik adalah suatu teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data, menganalisa data dan menyimpulkan dan
mengadakan penafsiran data yang berbentuk angka.
· Anderson & Bancrofi
Biostatistik adalah ilmu dan seni
mengembangkan dan menerapkan metoda yang paling efektif untuk mengumpulkan,
mentabulasi, menginterpretasi kan data kuantitatif sedemikian rupa
sehingga kemungkinan salah dalam kesimpulan dan estimasi dapat
diperkirakan dengan menggunakan penalaran induktif
berdeasarkan matematika probabilitas.
· Sujana
Biostatistik adalah pengetahuan yang
berhubungan dengan cara-cara pengumpualan fakta, pengolahan serta
penganalisannya, penarikan kesimpulan, penyajian dan publikasi dari data-data yang berbentuk angka.
· Sudrajat
Biostatistik adalah Ilmu pengetahuan
mengenai cara dan aturan dalam hal pengumpulan data, pengolahan, analisa,
penarikan keseimpulan, penyajian dan publikasi dari kata-kata yang berbentu
angka.
Statistik
Biostatistik
Merupakan
penerapan ilmu statistika ke dalam ilmu biologi.
Ilmu biostatistika meliputi rancangan percobaan biologi, utamanya dalam
bidang agrikultur
dan kedokteran, pengoleksian data, peringkasan data, dan analisis data
percobaan.
Menurut Para Ahli
· Marguerrite F. Hall
Biostatistik adalah suatu teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data, menganalisa data dan menyimpulkan dan
mengadakan penafsiran data yang berbentuk angka.
Peraturan K3
07.21
No comments
UNDANG-UNDANG
1.
Undang-undang Uap tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
2.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3.
Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Daftar
Isi Berdasarkan TOPIK :
1. Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.03/MEN/1978 tentang
Penunjukan dan Wewenang, Serta Kewajiban Pegawai PengawasKeselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja
- Peraturan Menteri
Tenaga Kerja R.I. No. : Per-04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.02/MEN/1992 tentang Tata Cara
Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Asbes
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: Per.03/MEN/1985 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (DK3N)
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. : Kep. 155/MEN/1984 Tentang Penyempurnaan
Keputusan Menteri Tenaga Dan Transmigrasi Nomor Kep.125/MEN/82, Tentang
Pembentukan, Susunan Dan Tata Kerja Dewan Keselamatan Dan Kesehtan Kerja
Nasional, Dewan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Wilayah Dan Panitia
Pembina Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
3. Dokter
dan Paramedis Perusahaan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja, Transkop Nomor : PER.01/MEN1976tentang Kewajiban
Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.04/MEN/1998 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.Per.01/MEN/1979Tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga
Para Medis Perusahaan.
4.
Jamsostek
- Peraturan
Menteri tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih dari Paket
Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5. K3
Umum dan SMK3
- Undang-undang
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 1135/MEN/1987 tentang Bendera
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: Kep.245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Nasional
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
6.
Kecelakaan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan
- Surat Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.I. No. : Kep. 84/BW/1998 Tentang
Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan
Ketenagakerjaan
- Undang-undang
Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.:Kep.235/MEN/2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan
Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak
7. Kimia
- Keputusan Menteri
Tenaga Kerja R.I. No. Kep.187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya
- Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan
dan Peredaran Pestisida Kehutanan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.01/MEN/1978 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu
8.
Kesehatan Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980Tentang:
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja.
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. : Per.01/MEN/1981Tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.: Per.03/MEN/1982Tentang
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi R.I. No.: Kep.68/MEN/IV/2004 Tentang
Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
9.
Kebakaran
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.04/MEN/1980 tentang
Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No Per.02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm
Kebakaran Automatik
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja
- Instruksi
Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran
10. Las
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.Per.02/MEN/1982 tentang
Kwalifikasi Juru Las
11. Lift
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang
- Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No. Kep.407/BW/1999 tentang Peryaratan, Penunjukan Hak dan
Kewajiban Teknisi Lift.
12.
Listrik dan Petir
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.02/MEN/1989 tentang Pengawasan Instalasi
Instalasi Penyalur Petir
- Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.:Kep.75/MEN/2002 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SMI-04-0225-2000Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja
- Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No.: Kep.311/BW/2002 tentang Sertifikasi Kompetensi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
13.
Konstruksi Bangunan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.Per.01/MEN/1980 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
- Keputusan
Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan Umum No.: Kep.
174/MEN/1986. No.: 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1989 tentang Kwalifikasi dan
Syarat-syarat Operator Keran Angkat
14.
Pesawat Uap dan Bejana Tekan
- Peraturan Uap
tahun 1930 (Stoom Verordening)
- Undang-undang
Uap tahun 1930 (Stoom Ordonnantie)
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.Per.01/MEN/1982 tentang
Bejana Tekan
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1988 tentang Kwalifikasi dan
Syarat-syarat Operator Pesawat Uap
15.
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3)
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I No. Per.04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
16.
Pertambangan dan Gas Bumi
- Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan
Kerja di Bidang Pertambangan
- Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnia dan
Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
17.
Pesawat Tenaga dan Produksi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan
Produksi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan
Angkut
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
06.49
No comments
Pengertian Kesehatan dan Keselatan
Kerja
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001, p.104),
keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994),
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalahmerujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalahmerujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan
barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat
dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah
yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang
meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang
sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik
tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu
diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat
terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan
yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan
kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan
meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat.
(Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada
dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan
sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002, p.165)
bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap
pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap
perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua
hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya
jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap
pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Penyakit Akibat Kerja
06.44
No comments
DEFINISI
Penyakit Akibat Kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau man
made disease.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan,
misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di
antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang
sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
FAKTOR PENYEBAB
Faktor penyebab
Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam
proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin
disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan
dalam 5 golongan:
1. Golongan
fisik : suara (bising),
radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan
lampu yang kurang baik.
2. Golongan
kimiawi : bahan kimiawi yang
digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja,
dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan
biologis : bakteri, virus
atau jamur
4. Golongan
fisiologis : biasanya
disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja
5. Golongan
psikososial : lingkungan
kerja yang mengakibatkan stress.
DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
Untuk dapat
mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat
digunakan sebagai pedoman:
1. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan
untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru
dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan
pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga
kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya
secara cermat dan teliti, yang mencakup:
- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara khronologis
- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
- Bahan yang diproduksi
- Materi (bahan baku) yang digunakan
- Jumlah pajanannya
- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
- Pola waktu terjadinya gejala
- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang
mengalami gejala serupa)
- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang
mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang
diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang
menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama,
dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk
dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan
pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan
yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD,
riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah
pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan
penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh
pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab
langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu
kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu,
pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya
penyakit.
Langganan:
Postingan (Atom)